Kamis, 14 Juni 2012

Puasa


*   Puasa
Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah ta'aala.

Adapun rukunnya adalah menahan diri dari makan dan minum, menjaga kemaluannya (tidak bersenggama), menahan untuk tidak berbuka, sejak terbitnya ufuk kemerah-merahan (fajar subuh) di sebelah timur hingga tenggelamnya matahari. Firman Allah swt : "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". (Al-Baqarah: 187).

Ibn 'Abdul Bar dalam hadis Rasulullah saw "Sesungguhnya Bilal biasa azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi Maktum", menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar".
1.Rukun Puasa
(a)Islam
(b)Aqil (berakal)
(c)Baligh(Dewasa)
(d) Mampu (jika sedang sakit tidak diwajibkan berpuasa)
(e)Menetap(jika sedang dalam perjalanan atau musafir,tidak diwajibkan berpuasa)

2.Syarat Sah Puasa
(a)Menurut ulama Hanafiyah ada 3:
-Niat
-Tidak ada halangan ( haid atau nifas)
-Tidak ada yang membatalkannya

(b)Menurut ulama Malikiyah ada 4:
-Niat
-Suci dari haid dan nifas
-Islam & Pada waktunya juga disyaratkan orang yang berpuasa berakal

(c)Menurut ulama Syafi’iyah ada 4:
-Islam
-Berakal
-Suci dari haid dan nifas sepanjang hari
- Dilaksanakan pada waktunya.
(Sedangkan "niat", menurut Syafi'iyah, dimasukkan ke rukun puasa).

(d)Menurut ulama  Hambaliyah ada 3:
- Islam
- Niat
- Suci dari haid dan nifas











Rukun Puasa


Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[23]. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ

Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam[24]. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.[25]

Semoga yang singkat ini bermanfaat.